Senin, 08 Desember 2014

Menjaga

Apa kau tau? Aku mulai muak memandang garis oranye itu
Meski indah, meski merayu-rayu

Aku tergopoh dan lalu,
Apa kau tau?
Aku membiru
Ku yakin kau juga tak tau

Aku bicara pada setia
Meski ingin bercumbu,
Kadang rasa ingin bercinta dengan segala ada
Dengan tuak-tuak penuh diatas meja
Dengan dara-dara putih
Menebar aroma menggila mencubit-cubit asa
Apa kau tau rasa hentak gejolak itu bagai pahit ku telan?

Setiap kali hembus angin akhirnya menjadi pelalu
Aku harus merela pada konat mendada
Apa kau tau untuk apa gelisah aku kandung?
Kubiarkan setiap pagi mengair darah
Lalu mengental, lalu bau, dan lantas lupa karena malam sudah tiba saja
Bukan untuk kecupmu. Bukan!

Cukup jemput aku!

Itu saja jika ada

Kamis, 20 November 2014

Mencari

II

Tuan, sepertinya aku harus pulang
Aku tak mampu berjalan tercekik
Bilamana itu adalah menyerah,
Maka kau lah tempat ku mengadu:
Aku mencarimu untuk cinta, Tuan
Aku mencarimu untuk taqwa

Tapi Tuan, aku harus pulang
Aku butuh makan
Ada uang yang menjadi juragan di negeri bumi
Dan aku benar-benar harus pulang, Tuan
Memburuh dan berhenti mencarimu
Bilamana itu adalah dosa,
Sungguh hanya kau sang welas asih itu

Mencari

I

Tuan, bagaimana aku bisa mencarimu?
Sudah, sudah aku ke pucuk malam
Keterasingan, lalu sesat dan hanyut
Telah ku cari di jemari terik,
Aku berjalan jauh,
Aku bertemu senja di hatiku
Sesekali tampak putih mengalir dalam kalbu
Namun setelahnya lumpuh
Dan aku belum juga menemu
Tuan, dimana Arsy-mu?

Pernah aku makan dan minum dari suap tanganmu
Bercumbu gila di alas bumimu
Begitu mudahnya segala aku ada
Namun aku tak menyentuh
Dan kau tak pula menamu
Pada semua kebingungan, di semua kehampaan menyiksa aku mencari:
Dimana Arsy-mu, Tuan?

Jika hidupku laku,
Dan jika milikku utuh
Maka ambil! Lalu sapa aku di peluk Cah’ya-mu
Karena daging-daging ini tak lagi membuatku kenyang
Karena candu-candu ku tak memberi rasa nyaman
Karena degup kasih ini hanya mencarimu
Dimana kau, Tuan?

Senin, 17 November 2014

Sang Welas Asih

Sudah lama kita tak bicara
Tapi tunggu! Jangan mulai dengan rindu
Ini bukan tentang itu

Malam ini, antara kotor dan letih aku mau mengadu:
Saat benar dan benar adalah tiada
Saat salah dan benar bagai racun yang tak bisa dipilih

Aku tak ingin bicara dengan melihat senyummu
Aku lelah!
Aku tau ini berat untuk semua, katakan itu padanya
Saat benar dan benar itu tak ada
Saat salah dan benar itu serupa

Sudah lama kita tak bicara
Dan kita berjumpa saat aku begitu bau (maaf)
Katakan padanya, bahwa benar yang kebenaran adalah punyamu
Bahwa kau pemilik api di nadi-nadi kami
Lalu biarkan aku tertidur dengan nyawa utuh
Dengan malaikatmu mencumbu bibirku

Padang, 6 November 2014

Jumat, 14 November 2014

Rasa Mati.

Kediaman yang menyentak
Aku dikepung malam menghimpit
Ini jiwa rasa mati.
Jika hidup lebih indah layak senja pagi:
Boleh aku mandi?
Ini jiwa rasa mati.
Bagai keasingan, aku membangkai dikamar ini
Ini jiwa rasa mati.

Bukan, bukan lagi tentangmu dan semua perdebatan akan cinta
Aku muak dengan semua teka-teki
Ini tentangku!
Karena, ini jiwa rasa mati.
Jika esok saat purnama jaga, aku mau sesulut sentir menggantung jenuh
Biar. Biar saja kediaman ini memakanku
Sembari melamun ku kemil rembulan itu
Agar kau juga tau:

Ini jiwa rasa mati.

Kamis, 13 November 2014

Jalan Pulang

Bu,
Ketakutan memelukku
Aku tak berani keluar rumah
Diluar liar, Bu
Mereka semua tertawa, lalu menggigit lalu kembali tertawa
Aku tak tentu mana nyata

Bu,
Gelapku begitu raya
Sesak, Bu. Dingin
Aku hanya bisa meneguk bangkai asa
Anyir, Bu

Bu,
Boleh aku pulang?
Memelukmu
Aku rindu damai itu, Bu
Cahaya lembut yang memandikanku
Aku ingin pulang
Aku takut, takut mereka akan mengoyak-ngoyakku
Peluk aku, Bu

Berbeda

Ini sudah berbeda
Bukan lagi jarak yang kita beri
Senyum matamu bahkan tak lagi bisa ku peluk
Inikah terbaik itu?
Ah sial! Kenapa aku harus jatuh cinta?!
Tapi tak perlu ada cemas padamu
Dan kita tak perlu saling berbicara
Kau hanya harus terus hidup
Sebagaimana kau menyempurnakan senja

Entahlah

Saat tiba-tiba saja langit disana merona,
Aku bisa apa?
Sama layaknya ulat itu menjadi kupu-kupu indah terbang ayu dibawa angin,
Aku bisa apa?

Resah meraya di dadaku!
Kadang rindu, kadang begitu sayu
Saat akhirnya semua tak lagi tertahan,
Aku bisa apa?

Ini candu yang menyiksa
Bukan lagi rasa, tapi jiwaku kau ambil
Kau miliki!

Degup apa yang kau beri ini?

Menjemput Senja

Aku mencintaimu dengan tanpa alasan
Saat aku sadar bahwa nyatanya tiada kisah manis aku rasa
Hanya bilamana aku melihatmu aku damai dalam candu
Aku juga mencintai lebih dari sederhana
Sama seperti saat aku sudah puas melihat saga senja tanpa memeluknya
Mungkin aku mencintai dengan jiwa
Begitu sendunya
Andai kau masih senja, saat semi nanti aku pasti akan menjemputmu ke langit
Lalu segera mengecup hidupmu

Selasa, 06 Mei 2014

Beranjak

Aku berjalan sejauh ini untuk apa?
Ini kaki melepuh, perih
Belum lagi si siang anjing memanggang,
Aku lelah
Boleh aku berteduh dirindang itu?
Ayolah, hanya seteguk kalau boleh ada

Aku berjalan sejauh ini untuk apa?
Untuk memperdebatkan kisah kami yang muter-muter terus?
Ah janganlah, sudah lelah aku!
Kau tutup saja album yang itu, lalu lempar buku tebal ke mukaku
Atau tanyakan padanya, apa lagi yang meresah didada?
Jangan bilang keyakinan, karena keyakinan dibuat bukan diberi dari Ilahi