Kamis, 09 April 2015

Kisah Anak Anjing

Memar benar mukamu
Serupa belatung didalamnya
Pasti air akan keruh kau kaca
“Inikah aku?”, tanyamu
Ha-ha, tentu! Sebegitu kelam di pandang
Tak ada harapan
“Biar saja mati!”, begitu kata Pagi sinisnya

Pantas saja! Kau si Anjing tak berkalung,
Makan pun dari mencuri kepada tikus
Atau memelas pada kucing tertawa
Menyedihkan benar kau Anjing kecil, tubuhmu penuh tukak
“Usir sajalah dia dari hidup!”, bahkan Malam ikut bicara

Bagaimana ia bisa mencari makan jika ia hanya seekor anjing?
Mungkin benar, “Mati sajalah dia! Pergi dari nyata!”
Takkah ia sadar segala ada hanya semu menjelma?
Ha-ha, naif benar si Anjing tukak ini

Menangis pun janganlah, tak usah!
Untuk apa? Kau fikir masih ada telinga di tempat sampah itu?
Lompat saja kesungai, lalu minum airnya sampai pecah
Bersujud pun percuma
Tak ada lagi kasih di tanah ini untuk kita
Bahkan aku pun hanya maya dari cerminmu: Si Anjing Tukak

Minggu, 05 April 2015

Kepalsuan Cinta

Hujan tak pernah sebasah ini
Dinding pun tak pernah selumut diam
Ketika aku memperdebatkan halaman retak
Seperti pecahan kaca yang menancap ditelapak kakiku
Terseok-seok aku mencari terang
Tapi kau memintaku menjadi malaikat
Agar bisa pantas bersamamu?
Kau tak pernah tau, Cinta:
Aku telah rela menjadi manusia dan meninggalkan langit hanya untukmu
Senja fana
Aku menampar wajah Tuanku untuk apa?
Untuk segelas susu?
Kau naif benar
Kau memintaku mengejarmu yang berlari
Untuk apa? Kepuasan nafsumukah?
Kau menyuruhku menebak hati yang tebal-tebal kau bungkus
Sial benar aku

Aku tak lagi ber-rumah
Hanya sisa kasih sayang-Nya lah aku mampu mengais hidup di kotor udara kalian manusia

Tunggu dulu!
Atau kau hanya jelma?
Bayang dari kepalsuan menjebak
Oh betapa sialnya aku,
Maka biar aku dipanggang api-Nya nanti
Biar saja belatung-belatung ini melumat dagingku
Lalu tidurlah kau dalam tawamu
Tawa yang pernah merayuku menjemputmu untuk bah’gia